Selasa, September 02, 2008

Capres-capres Asongan


Tabloid SUARA ISLAM EDISI 50, Tanggal 15 Agustus - 4 September 2008 M/13 Sya’ban - 4 Ramadhan 1429 H

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu

Perhelatan pemilihan presiden Indonesia masih cukup lama. Paling tidak satu tahun ke depan. Tapi bagi mereka yang menginginkan kursi RI 1, waktu tersebut terasa cukup pendek. Karenanya mereka sudah mulai jual tampang di sejumlah media massa baik cetak maupun elektronik. Mereka ingin populer. Tentu bukan dengan karya nyata, tapi dengan publikasi wajah berulang-ulang.

Walhasil, hanya mereka yang berduit dan mempunyai backing yang kuat yang sanggup untuk nongol di media massa. Tidak banyak di negeri ini orang yang kaya raya dan sanggup kampanye habis-habisan untuk sebuah ketenaran dengan mengorbankan kekayaannya sendiri. Banyak di antara mereka sebenarnya berkolaborasi dengan para cukong politik yakni pengusaha dan pihak asing. Dan ini sudah menjadi mafhum di tengah masyarakat mulai dari pemilihan lurah/kepala desa.

Demokrasi telah memunculkan wajah, bukan kapabilitas calon pemimpin umat. Padahal umat justru membutuhkan pemimpin yang memiliki kapasitas dan rela tunduk pada aturan ilahi guna mengatasi persoalan negeri ini yang belum kunjung usai. Alih-alih perbaikan, mereka yang terpilih akhirnya hanya menjadi simbol kekuasaan dan tidak bisa berbuat banyak kepada rakyat. Yang berkuasa adalah orang-orang yang sebelumnya memodali mereka. Yang sangat membahayakan adalah, jika pemodal politik ini orang asing, bagaimana negeri ini jadinya nanti? Kita akan terjajah tanpa terasa. Musuh tak perlu lagi datang ke mari karena mereka tinggal menyuruh anteknya yang telah berutang budi.

Memang sungguh menyedihkan. Sejak kita merdeka 63 tahun yang lalu, rasanya kita belum memiliki kedaulatan sebagai sebuah negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Para penguasa yang ada tak bisa melepaskan diri dari pengaruh luar. Tak ada kemandirian dan keberanian. Negeri ini menjadi subordinasi kekuatan asing.

Demokrasi yang dibangga-banggakan nyatanya hanyalah pesta hura-hura untuk meninabobokkan rakyat sementara. Begitu rakyat mulai sadar kembali, pesta digelar lagi. Calon pemimpin kembali menjadi artis, muncul di layar televisi. Keliling ke sana ke mari menebar pesona, tapi minim jati diri. Rakyat kembali dikerangkeng dengan calon-calon pemimpin yang memang sudah diprogram dari sananya. Peran media massa sangat penting dalam mengarahkan dan menjaga betul siapa saja calon penguasa yang harus muncul. Sepertinya tak ada pilihan pemimpin lain dari 250 juta orang Indonesia. Apakah memang sejelek itu kualitas bangsa kita? Rasanya kok tidak.

Di tengah keterpurukan negeri ini, sudah seharusnya muncul pemimpin alternatif. Mereka tentu bukan orang-orang yang hanya populer. Tapi lebih dari itu, memiliki keberanian untuk mendobrak kemapanan yang ada dan mengubah sistem yang hancur ini dengan sistem yang diridlai oleh Allah SWT. Kita sangat rindu pemimpin yang hanya takut kepada Allah semata, bukan takut kepada Amerika, IMF, atau Bank Dunia. Kita butuh pemimpin yang mau melaksanakan syariat Islam secara kaffah agar negeri ini menjadi berkah, baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuhu

Redaksi

Isi lengkap? beli tabloitnya... ato kunjungi disini.

Tidak ada komentar: