Kamis, 20 November 2008 04:03
Pernahkah anda definisikan "cinta"? Dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan dengan "sayang sekali" atau "suka sekali". Saya sendiri tidak berani mendefinisikan lebih jauh, khawatir diprotes para pakar bahasa. Namun saya ingin mengajak anda untuk membahas lebih dalam masalah cinta ini, karena cinta adalah kebutuhan seluruh manusia, baik manusia normal maupun tidak.
Dalam kehidupan keseharian, kita bisa melihat bahwa cinta bisa menjadi kekuatan terbesar yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu, bahkan yang tidak mungkin sekalipun. Cinta mampu membuat manusa menembus batas dirinya, meraih sesuatu diluar jangkauannya. Cinta juga membuat manusia melakukan sesuatu dengan senang hati, walaupun pekerjaan itu awalnya tidak disenangi. Cinta membuat hidup menjadi lebih bergairah seakan memberikan sebuah harapan baru. Itulah cinta, sebuah kekuatan luar biasa yang dimiliki manusia.
Antara “Cinta” dan “Hasrat”
Saya juga meyakini bahwa cinta itu sebuah proses, bukan buah atau hasil. Proses saling mengasihi, proses saling menyayangi, proses saling berbagi bahkan pengorbanan. Cinta merupakan proses fitrah, bukan rekayasa. Dia bisa tumbuh karena dorongan fitrah dalam diri manusia atau setelah ada kecocokan interaksi dan menimbulkan saling ketergantungan.
Cinta seringkali rancu dengan hasrat (desire) yang juga merupakan bagian dari fitrah manusia. Hasrat menimbulkan ketertarikan dan ingin memiliki terhadap sesuatu. Hasrat mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan akan cinta. Hasrat bukanlah “cinta” itu sendiri, namun salah satu yang mendorong seseorang untuk mendapatkan cinta, cinta dari sang kekasih.
Cinta mendorong manusia untuk saling menyayangi, saling memberi dan pengorbanan. Sementara hasrat mendorong manusia untuk bercumbu. Kegiatan pacaran misalnya, bukanlah kegiatan orang yang dimabuk cinta, melainkan kegiatan orang yang sedang melampiaskan hasrat terpendam. Walaupun harus diakui bahwa terkadang aktifitas seksual dapat mendorong tumbuhnya rasa cinta, namun setelah melewati berbagai proses dan beberapa ujian. Jadi tidak semua orang yang saling memiliki hasrat bisa menemukan kebahagiaan, karena kebahagiaan itu justru ada bersama cinta.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Hadits tersebut adalah anjuran kita untuk mengkabarkan cinta kita pada saudara kita, namun karena ada kerancuan arti “cinta” dan “hasrat” membuat kita menjadi enggan untuk mengungkapkannya cinta kita pada para saudara muslim, karena malah bisa menimbulkan fitnah. Padahal dahulu Rasulullah SAW dan para sahabat beliau terbiasa mengungkapkan rasa cinta diantara mereka.
Cinta Sejati
Cinta sejati hanya ada pada cinta Rasulullah terhadap ummatnya dan cinta orang tua pada anaknya. Cinta sejati tumbuh bukan karena dorongan hasrat, namun ia tumbuh karena kasih sayang yang tulus. Cinta orang tua menjadi sejati, karena cinta itu telah dimulai sejak sang anak berada dalam kandungan. Tak ada yang diberikan anak pada orang tuanya, selain kebahagiaan dan rasa bangga menjelang kelahirannya sebagai si buah hati yang mungil dan lucu. Sang anak tak bisa mengucapkan kata-kata manis pada orang tuanya, dia hanya bisa menangis, rasa cinta orang tualah yang membuat mereka memenuhi kebutuhan sang anak. Anak begitu menggantungkan kehidupannya pada orang tuanya, dan orang tuanya dengan tulus memberikan kasih sayangnya, karena mereka merasa bahagia melakukan itu, itulah cinta.
Cinta antara Rasulullah SAW terhadap ummatnya dan orang tua pada anaknya tidak melalui proses memilih. Rasulullah SAW tidak bisa memilih siapa saja yang menjadi ummatnya dan kitapun tidak bisa memilih siapa yang dipilih Allah menjadi Rasulullah. Orang tua tak bisa memilih siapa yang lahir dari rahimnya, anak pun demikian, dia tidak bisa memilih lahir dari rahim siapa. Siapapun yang lahir dari rahimnya, itulah anaknya, buah hatinya tempat mencurahkan kasih sayangnya. Dari siapapun kita dilahirkan, kita tidak bisa memilih, merekalah orang tua kita dan kita harus menyayanginya, itulah cinta.
Sedangkan cinta pada lawan jenis, bukanlah cinta sejati. Namun sebuah aktifitas manusia yang didahului oleh hasrat. Hasrat menggerakan kita untuk memilih, berinteraksi, baru kemudian memutuskan untuk bekerja sama menggapai cinta. Jadi jika ada seseorang yang mengatakan cinta pada anda, tanyakan benarkah demikian. Jangan-jangan yang ingin disampaikan adalah “aku berhasrat padamu”.
Saya pernah melihat sepasang sejoli yang sudah renta, saya perkirakan berumur 70 tahunan, dengan mesranya bergandengan tangan dipagi hari, mereka berolah raga dengan berjalan kaki mengelilingi sebuah taman kota. Setelah beberapa keliling, sang suami berkata pada istrinya,
“Sudah cape belum ma?” tanyanya dengan lembut
“Belum pa, mama masih kuat 3 keliling lagi. Kenapa? Papa capek ya?” jawab sang istri tidak kalah lembutnya.
“Capek sih, tapi masa papa kalah sama mama. Ayo papa temenin 3 keliling lagi”
“Jangan dipaksa pa, mending kita duduk di bangku taman itu yuk” Sang istri menutup perbincangan sambil menggandeng tangan suaminya ke bangku taman.
Saya tersenyum mendengar percapakan itu. Percakapan dengan nada yang lembut namun kuat akan kesan kasih sayang didalamnya. Keduanya tampak begitu bahagia terlihat begitu nyaman bersama pasangannya. Itulah cinta, walau sudah keriput dan renta, kasih sayang itu masih tercurah diantara keduanya.
Jangan heran bila ada yang menikah namun mahligai rumah tangganya berantakan. Itu karena mereka gagal menumbuhkan cinta, mereka hanya berhasil membangun ikatan untuk penyaluran hasrat belaka. Padahal kebahagiaan itu ada dibalik cinta, bukan pada pemenuhan hasrat.
Cinta yang hakiki
Cinta yang hakiki hanya ada pada Allah SWT Sang Maha Pencipta. Makhluknya tidak memberikan apa-apa pada-Nya. Namun DIA curahkan kasih dan sayangnya kepada makhlukNya dengan begitu banyak nikmat dan anugerah. Sedangkan kita hanya bisa selalu meminta, justru menggantungkan seluruh harapan kepadaNya. Tak ada yang bisa kita berikan, semua yang ada pada diri kita adalah millikNya. Kita tidak memiliki sesuatu yang tiada dimilikiNya dan kita tidak memiliki sesuatu yang bukan milikNya.
KasihNya tidak hanya tercurah pada makhluk-makhlukNya yang taat saja, seluruh makhluk ciptaanNYa tetap merasakan kasihNya. Namun “sayang”Nya hanya diberikan pada mereka yang mencintaiNya atau mereka yang telah berusaha untuk mencintaiNya. Itulah cinta...
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS Al-Baqarah:165)
Sahabat Ibnu Umar ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Di antara hamba-hamba Allah ada sekelompok manusia yang mereka bukan nabi dan bukan pula syuhada', tetapi mereka mendapatkan kemuliaan di sisi Allah sejajar dengan para nabi dan para syuhada'." Lalu para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, khabarkanlah kepada kami siapakah mereka itu?" Jawab Rasulullah: "Mereka adalah sekelompok orang yang saling memadu kasih karena Allah, bukan karena motivasi kekerabatan maupun materi. Demi Allah, wajah mereka bersinar bagaikan cahaya, bahkan mereka adalah cahaya di atas cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika umat manusia dilanda perasaan takut" Lalu Rasulullah saw membaca ayat: "Dan ingatlah, bahwa para kekasih Allah tidak akan pernah dilanda perasaan takut dan tidak pernah pula dilanda perasaan sedih." (HR. Abu Dawud).
Wallahu a’lam
[Ahmad Qudratu SQ, SE]