Jumat, April 27, 2012

Akhlak Merupakan perintah Syara, Bukan Sekedar Sifat Moral



Pengertian Akhlak

Khuluq (kata dasar akhlaq) dalam pengertian bahasa berarti sifat yang senantiasa nampak pada tingkah laku dan telah menjadi tabi’at, sebagaimana firman Allah SWT:

“(Dien kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu” (QS Asy-Syu’araa: 137)


Maksud kata khuluq dalam ayat ini adalah tabi’at manusia dahulu dengan adat-istiadatnya. Apabila tingkah lakunya baik maka dikatakan khuluqnya baik, begitu pula sebaliknya bila tingkah-lakunya buruk maka khuluqnya buruk.

Menurut syara’, khuluq artinya Dien, sebagaimana firman-Nya:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam: 4)

Maksud kalimah khuluq di sini adalah Dien yang mulia, disebabkan seruan ayat ini menunjukan arti khuluq sebagai Dien. Firman Allah SWT:

“Nun. Demi kalam dan apa yang mereka tulis, berkat ni’mat Rabbmu, kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat. Dan mereka (orang-orang kafir) pun melihat siapa diantara kamu yang gila ” (QS Al-Qalam: 1-6)

Dalam pembahasan ini mereka menganggap bahwa risalah yang disampaikan oleh Rasulullah saw adalah ‘gila’. Yang menjadi masalah (bagi kaum kafir Makkah) sebenarnya adalah Dien/ajaran yang dibawa oleh Rasul, bukan sifat (tingkah laku) Nabi itu sendiri (yang bertabiat baik, terpercaya dll.), karena sebelum beliau diutus menjadi Rasul pun, orang-orang Quraisy telah mengakui bahwa beliau adalah orang yang baik akhlaqnya (tingkah lakunya) sehingga diberi gelar Al-Amin. Oleh karena itu arti khuluq dalam ayat ini adalah Dien/agama, sebagaimana yang ditegaskan dalam Tafsir Al-Jalalain.

Sedangkan menurut istilah khuluq (akhlak) adalah sifat yang diperintahkan Allah SWT yang harus disifati oleh seorang muslim ketika melaksanakan perbuatan. Maka sifat khuluqiyah akan nampak pada seorang muslim tatkala dia menegakkan perbuatan seperti ibadah, muamalah, dan lain sebagainya. Contohnya khusyuk merupakan sifat yang nampak ketika seseorang menegakkan shalat, jujur sifat yang muncul ketika seseorang melakukan jual beli, dll.


Kedudukan Akhlak

Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran ” (QS. An-Nahl: 90)

Rasulullah saw bersabda dalam hadits shahihnya:

“Sesungguhnya Allah mencintai akhlaq mulia dan membenci akhlaq yang buruk” (HR. Al-Hakim)

Juga sabdanya yang masyur:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq” (HR. Malik, Ahmad dan lain-lain)

Nash-nash tersebut menunjukan bahwa akhlaq termasuk bagian dari hukum-hukum Islam (perintah dan larangan Allah SWT). Ayat di atas misalnya menerangkan tentang hukum Allah mengenai akhlaq yang menunjukan perintah Allah SWT agar berbuat adil dan ikhsan, menghidupkan silaturahmi, melarang yang diharamkan serta melarang permusuhan antar sesama manusia. Begitu pula dengan hadits-hadits tadi menunjukan perintah berakhlaq secara umum.

Hadits-hadits Rasulullah saw telah mendorong manusia untuk memiliki sifat yang baik secara umum dan melarang manusia berakhlaq buruk. Nash-nash syara’ bahkan menerangkan sifat-sifat terpuji semisal jujur, amanah, iffah, menepati janji dan sebagainya. Walaupun semua itu akhlaq yang baik, nash-nash syara’ juga mengisyaratkan hal tersebut sebagai suatu hukum bahkan harus dilihat sebagai hukum syara’ (bukan hanya sebagai suatu sifat yang baik/buruk semata). Orang-orang yang memiliki akhlaq yang baik, haruslah dinilai sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT. Kita tidak diperbolehkan melihatnya hanya sebagai sifat-sifat moral, karena seorang Muslim telah diperintahkan untuk melaksanakan hukum-hukum syara’ walaupun hukum-hukum itu berupa akhlaq dan tidak diperintahkan hanya memiliki sifat-sifat moral saja. Hal ini disebabkan bahwa ukuran baik dan buruk berkaitan dengan nash-nash syara’.

Allah SWT memerintahkan jujur dan melarang dusta bukan berdasarkan semata-mata bahwa sifat baik tersebut patut dicontoh, tetapi karena berdasarkan hukum syara’. Sebagai bukti bahwa Allah SWT melarang seorang Muslim berbohong, namun membolehkan kita berbuat bohong di medan perang. Jadi berbohong di sini termasuk bagian hukum syara’. Allah SWT memerintahkan bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan melarang seorang hakim Muslim merasa iba atau kasihan terhadap seorang pelaku pidana. Seandainya perintah Allah SWT berlaku jujur, melarang berbuat dusta dan anjuran-Nya agar bersifat ramah hanya semata-mata untuk tujuan sifat khuluq saja, maka berarti hukum berdusta ini adalah suatu hal yang tidak berubah dalam keadaan bagaimanapun, begitu pula halnya dengan bersikap keras terhadap pelaku pidana. Namun demikian karena hal itu termasuk bagian dari hukum syara’, maka seorang hakim harus bersandar kepada ukuran baik dan buruknya sesuatu hanya berdasarkan syara’ semata. Jadi syara’ telah memberikan hukum berdusta dalam keadaan tertentu haram dan dalam keadaan tertentu diperbolehkan.

Karena itu, hukum-hukum syara’ tidak boleh dijadikan hanya sekedar diambil sifat akhlaqnya saja (segi manfaatnya), melainkan harus diperlakukan sebagai suatu perintah hukum. Dengan kata lain perlu ditekankan bahwa ajakan kepada manusia untuk berakhlaq bukan hanya karena sifatnya saja (maksudnya sifat yang baik), tetapi harus ditekankan bahwa hal ini termasuk bagian dari hukum syara’.

Apabila seorang Muslim bersikap jujur semata-mata sifat jujurnya saja, maka tidak akan mendapatkan ganjaran/pahala atas perbuatannya sebab ia mengerjakan-nya bukan berdasarkan syara’, tetapi hanya pada anggapan bahwa sifat jujur dianggap memiliki kebaikan atau manfaat baginya.

Kaum Muslimin perlu berhati-hati melakukan perbuatan dan tatkala mengajak orang lain untuk berakhlaq mulia sebab bila meraka lalai dan tidak memperhatikan hal ini maka mereka tidak dianggap melakukan hukum syara’. Lebih dari itu, hal ini dapat menjadikan perbuatan mereka sama dengan orang kafir, karena orang-orang kafir pun mengajak bersifat baik dan mereka menjalankan sifat-sifat yang dianggapnya luhur walaupun sudut pandang dan motivasinya berbeda-beda. Atau bisa juga mereka, orang-orang kafir itu karena melihat segi manfaatnya. Oleh sebab itu hendaknya kaum Muslimin memiliki akhlaq yang mulia karena dilandasi keyakinan bahwa sifat-sifat tadi adalah perintah Allah SWT.
Beberapa Contoh Akhlak Mulia
Al-Quran dan As-Sunnah menggambarkan dalam banyak tempat perihal berbagai contoh praktis akhlaq mulia, yang diantaranya:

1. Jujur
Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu akan mengantarkannya ke surga. Dan seseorang yang senantiasa berkata benar dan jujur akan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang benar dan jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan yang akhirnya menghantarkannya ke neraka. Dan seseorang yang senantiasa berdusta akan dicatat disisi Allah sebagai pendusta” (HR.Bukhary, Muslim ).

2. Menjauhi Dengki (hasud)
Rasulullah saw bersabda:

“Hati-hatilah kamu sekalian terhadap hasad karena sesungguhnya hasad akan memakan habis seluruh kebaikan sebagaimana api yang melahap habis kayu bakar” (HR.Abu Daud).

3. Menepati Janji
Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah ikatan-ikatan perjanjian itu” (Q.S. Al-Maidah: 1),

juga dijelaskan dalam QS. Al-Israa 34, dan An-Nahl 91.
Rasulullah saw bersabda:

“Ciri-ciri orang munafiq ada tiga: (1) jika berbicara ia dusta, (2) jika berjanji ia mengingkari, dan (3) jika diberi amanat ia berkhianat“ (HR. Mutafaq’alaih)

4. Sifat Malu
Rasulullah saw bersabda:

“Abi Said Al-Khudri meriwayatkan: adalah Rasulullah saw sangat tinggi rasa malunya, lebih pemalu dari gadis pingitan, apabila beliau tidak menyenangi sesuatu, kami dapat mengetahuinya dari wajah beliau“ (HR.Muslim).

5. Suka Memaafkan
Allah SWT berfirman:

“... dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan (muhsin)“ (QS. Ali Imron: 134).

Begitu pula firman Allah SWT dan Al-Quran surat Asy-syuraa’ 39-40, dan 41-43 ; QS.An-Nuur 22; QS. Fushshilat 34-35; QS. Al-HIjr 85; dan QS. Al-A’raf 199.

Suatu ketika Uqbah bin Amir bertanya: ”Wahai Rasulullah beritahu aku keutamaan amal seseorang”. Rasulullah saw menjawab: “Wahai Uqbah hubungkan kembali tali persaudaraan kepada siapa yang telah memutuskannya denganmu, kasihilah orang-orang yang membencimu, berpalinglah dari yang menzhalimimu”. Dalam riwayat lain: “Berilah maaf kepada mereka yang menzhalimimu” (HR.Ahmad danThabrani).

6. Menjauhi Hal yang Tidak Bermanfaat
Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya setengah dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat kepadanya” (HR. Malik, Ahmad dan Thabrani).

7. Menjauhi Perbuatan Menggunjing dan Adu Domba
Allah SWT berfirman:

“... dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang kamu memakan daging saudara sendiri yang sudah mati? Maka tentu kamu jijik kepadanya” (QS. Al-Hujurat: 12).

Rasulullah saw bersabda:

“Siapa saja yang melindungi dirinya dari menggunjing terhadap saudaranya, maka ia akan berada di dalam kebenaran karena Allah dan akan diselamatkan dari neraka” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Rasulullah saw juga bersabda:

“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba” (HR. Mutafaq’alaih).

8. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya orang-orang kalangan Bani Israil; apabila salah seorang di antara mereka melakukan suatu kesalahan (dosa), maka orang lain tidak mencegahnya. Sehingga pada pagi harinya mereka duduk, makan dan minum seolah-olah mereka tidak pernah melihat perbuatan dosa yang kemarin dilakukan. Melihat kondisi mereka, Allah mensifati hati mereka melalui lisan Daud dan Isa ibnu Maryam dengan mengatakan: ‘Demikian itu terjadi karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas’ (QS. Al-Baqarah: 61). Demi Dzat yang jiwaku yang akan dalam kekuasaan-Nya, sungguh telah diperintahkan atasmu beramar ma’ruf nahi munkar, mencabut kekuasaan orang jahat dan meluruskannya pada kebenaran dan atau Dia akan mencampakkan hatimu dan mengutukmu sebagaimana Dia mengutuk mereka (Bani Israil)” (HR. Thabrani).

9. Mengunjungi Orang Sakit
Rasulullah saw bersabda:

“Kunjungilah oleh kalian orang yang sakit, berilah oleh kalian makanan bagi yang lapar. Dan lepaskanlah oleh kalian para tawanan” (HR Bukhari).

Juga sabda Rasulullah saw:

“Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya ada lima yaitu (1) menjawab salam, (2) mengunjungi yang sakit, (3) mengantarkan jenazah, (4) memenuhi undangan, (5) mendoakan orang yang bersin” (HR Mutafaq alaih)

10. Menghormati Tamu
Rasulullah saw bersabda:

“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya dan selebihnya. Para sahabat bertanya: “Selebihnya itu apa ya Rasulullah? Jawab Beliau: ”Siang dan malamnya, serta menjamu tamu selama tiga hari, maka batas di luar itu sedekah’” (HR. Mutafaq’alaih).

11. Menyebar Salam
Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian masuk ke rumah orang lain sehingga kalian mendapat izin dan mengucapkan salam kepada penghuninya” (QS An-Nuur: 27).

Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya seutama-utamanya manusia di sisi Allah adalah siapa saja diantara kamu yang memulai mengucap salam” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Rasulullah saw bersabda:

“Apakah kalian mau aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan akan mendapatkan jalinan cinta kasih? Yaitu sebarkanlah salam diantara kalian” (HR. Muslim)

Salah seorang sahabat, Abdullah bin Umar r.a, sering berkeliling ke pasar, suatu hari seseorang bertanya kepadanya: “Apa yang Anda lakukan di pasar? Anda bukan seorang pedagang, tidak pula membeli dagangan, Anda juga tidak duduk dalam kepengurusan pasar tetapi mengapa Anda selalu ada di pasar” Ibnu Umar menjawab: “Aku sengaja setiap pagi ke pasar hanya untuk mengucapkan salam kepada Muslim yang aku temui” (HR. Bukhari).
wallahu a'lam

Tidak ada komentar: